Polemik Ujian Nasional (UN)
Kesibukan menjadi panitia Ujian Nasional di sekolah rumayan banyak menyita waktu, makanya dalam bulan-bulan ini sangat jarang posting artikel. Tapi akhirnya alhamdulillah semuanya berjalan lancar dan tidak ada kendala yang berarti. Hari senin kemarin iseng mbaca koran Banjarmasin Post terbitan hari minggu, tanggal 26 April 2009 (sebenarnya nggak update lagi sih...), ada satu sms yang menarik di rubrik pembaca halaman 21, begini bunyinya :"Liwar banar UN sekolah wayah ini, kayak apa kadak stres murid wan kuitannya, mun belajar tiga tahun hanya ditentukan UN beberapa jam saja. Kenapa nilai yang disekolah kada dilibatkan satu persenpun. Coba pang diknas tinjau ulang sistem UNAS, sudah banyak caleg yang depresi, jangan ditambah dengan murid atau orang tua depresi". Klik judul diatas untuk baca selanjutnya.
Banyak masyarakat yang masih memandang UN sebagai salah satu kebijakan pemerintah yang salah. Lalu apa benar UN adalah satu-satunya penentu kelulusan ? Apakah sekolah tidak dilibatkan dalam menilai siswa ? Berikut ini saya akan sedikit memberi gambaran bagaimana UN itu sebenarnya.
1. Apakah benar nilai disekolah tidak dilibatkan satu persenpun ?
Sebenarnya tidak benar, UN hanyalah salah satu penentu kelulusan, selain nilai UN sekolah juga mempunyai penilaian sendiri untuk siswa yang juga sangat menentukan lulus atau tidaknya siswa, termasuk di dalamnya juga penilaian sikap dan moral serta kehadiran. Memang masalah ini sangat menjadi polemik di masyarakat. Dulu ada orang tua siswa yang bertanya, "Pak kalau Ujian Sekolah lulus, tapi Ujian Nasional tidak, bagaimana?", disinilah sebenarnya ke "egoisan" UN itu, jika Ujian Nasional tidak lulus, maka sekolah tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk meluluskan siswanya, walaupun secara penilaian di ujian sekolah dinyatakan lulus.
2. Kenapa harus ada UN ?
Jika kelulusan siswa hanya di tentukan oleh sekolah, bagaimana pendidikan negara kita bisa lebih maju. Kita tahu dan nggak usah munafik, dulu sebelum adanya penerapan UN dengan standar nilai ini, banyak sekali kebohongan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, yang paling sederhana adalah mengkatrol nilai siswa termasuk di dalamnya adanya gengsi antar sekolah. Jika sekolah dapat meluluskan siswanya 100% maka sekolah tersebut di pandang berhasil, padahal tujuan terbaik dari mendidik siswa itu adalah bagaimana kualitasnya, bukan kuantitas saja. Walaupun sebenarnya UN sendiri tidak dapat menjamin 100% kualitas siswa yang lulus. Bahkan jika ada sekolah yang berani tidak meluluskan siswa yang lulus UN itu sangat luar biasa, sebab sekolah memang mempunayi hak untuk itu, jika siswa tersebut Ujian Sekolahnya tidak lulus, moralnya tidak baik, ketidak hadiran disekolah mungkin melebihi batas yang ditentukan oleh sekolah, ujian praktik tidak lulus dan hal-hal lain yang telah ditentukan oleh sekolah, misalnya ada sekolah yang mempunyai peraturan bahwa bagi siswa yang beragama Islam jika tidak lulus Ujian Praktik Sholat maka dinyatakan tidak lulus, dan sebagainya. Tapi sekolah mana sih berani melakukan hal ini ? ada tapi tidak banyak, banyak sekolah yang lebih mementingkan gengsi belaka.
3. Kenapa Banyak Orang Tua Yang Takut Siswanya Tidak Lulus?
Sulit sih untuk dijawab, tetapi dari banyak orang tua yang saya temui, rata-rata mereka memiliki alasan yang hampir sama, yaitu : Pertama Faktor mahalnya biaya pendidikan sekolah, sehingga kalau sampai anaknya tahun ini tidak lulus, maka akan menambah beban di tahun depan. Kedua, tidak adanya jaminan bahwa setelah lulus sekolah mendapatkan pekerjaan yang sesuai mereka harapkan.
